Orang Tua Keluhkan Pungutan Di SMKN 1 Cikarang Barat
- beritapantau28
- 17 Sep 2018
- 3 menit membaca
Diperbarui: 4 Okt 2018

Bekasi , Berita Pantau.
Setiap tahunnya pada musim pendaftaran siswa baru (PPDB) orangtua harus menyiapkan sejumlah uang untuk pendaftaran anaknya dan pembelian atribut sekolah. Setiap sekolah jumlah uang yang harus disetorkan bervariasi, ada yang bersifat wajib, uang sumbangan ataupun kesepakatan.
Semua sekolah mulai dari level SD sampai SLTA yang dikelola pemerintah dan swasta menerapkannya, tetapi khusus di sekolah negeri yang dikelola pemerintah daerah pungutannya lebih beragam. Padahal sudah sangat jelas pengaturan hukumnya bahwa penyelenggaraan sekolah negeri menjadi tanggungjawab sepenuhnya pemerintah meskipun memberikan ruang partisipasi masyarakat.

Maraknya pungutan disekolah yang dibebankan pada orangtua murid sudah menjadi rahasia umum sepanjang masa studi anaknya. Modus pengutipannya sangat beragam dalam bentuk berupa uang PKL, uang test kemampuan tertentu, uang pembangunan/sumbangan pengembangan institusi, uang infaq untuk pengembangan instutusi, uang pembelian (bahan) seragam, batik dan baju olahraga sekolah, uang SPP, uang pembayaran ekstrakurikuler, uang les, praktikum, uang komite, uang kas, uang studi tour, uang kebersihan dan keamanan, uang ujian, uang pendaftaran ulang pada saat kenaikan kelas dan uang wisuda (kelulusan).

Kebanyakan orangtua tidak memahami pungutan-pungutan tersebut dan cenderung menuruti saja, bagi berkemampuan ekonomi cukup tidak akan mempersoalkannya tetapi menjadi persoalan bagi keluarga yang kurang/tidak mampu pungutan-pungutan itu sangat membebani.
Seandainyapun ada orangtua merasa tidak nyaman atas pungutan itu tetapi tidak berani mempertanyakan karena takut anaknya akan mendapat masalah nanti disekolah. Ada juga yang harus terpaksa menurutinya karena sudah diputuskan dalam rapat pihak sekolah, komite dan orangtua.
Pintar-pintarnya pihak sekolah dan komite menggiring jalannya rapat mengadopsi konsep demokrasi langsung untuk membuat keputusan dengan persetujuan mayoritas orangtua murid, sementara keberatan orangtua lainnya yang tidak setuju diabaikan begitu saja. Prinsip musyawarah untuk mufakat sebagai jati diri bangsa dalam kehidupan kebangsaan sudah tergerus dan makin pudar disekolah sekalipun.
Seperti Pungutan biaya pendidikan yang terjadi di SMKN 1 Cikarang Barat meski sumbangan diperbolehkan, namun pungutan tersebut kerap kali dikeluhkan orang tua siswa. Salah satu orang tua siswa yang ananknya besekolah di SMKN 1 Cikarang Barat Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi yang meminta agar namanya tidak dipublikasikan mengeluhkan 'pungutan' biaya pembelian seragam sekolah yang relatif mahal yang disediakan oleh pihak SMKN 1 Cikarang Barat . pungutan-pungutan tersebut sangat membebani orangtua terlebih orang tua seperti dirinya yang kurang mampu. " Beli seragam olah raga satu stel , satu buah topi , satu buah dasi Rp. 2.040.000. ditambah uang kebutuhan siswa Rp.1.100.000, dan uang SPP untuk bulan Agustus Rp. 600.000," ujarnya sambil menunjukan sebuah kwitansi.
Pungutan-pungutan di sekolah selalu melibatkan komite sekolah, pihak sekolah menjadikan komite sekolah sebagai regulator pungutan tersebut. Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah mengatakan Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya. Jadi istilah uang komite sekolah yang ditarik dari orangtua siswa seharusnya tidak ada dan dapat digolongkan sebagai pungutan liar alias pungli.
Bahkan dalam pasal 12 disebutkan bawah Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di Sekolah.Tugas mulia keberadaan komite sekolah selain mengawasi pendidikan dan memberikan pertimbangan di sekolah juga melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya. Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dimaknai berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Secara eksplisit disebutkan penggalangan dana oleh komite sekolah bersumber luar sekolah bukan pembebanan orangtua siswa. Pada pasal 3 disebutkan tugas komite adalah menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif.Sebelum melakukan penggalangan dana bantuan atau sumbangan bukan pungutan, maka sebelumnya komite harus membuat proposal yang diketahui oleh sekolah.
Penggalangan dana dibukukan pada rekening bersama antara Komite Sekolah dan Sekolah. Penggunaan dana hasil penggalangan diperuntukkan untuk menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan, pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu Sekolah yang tidak dianggarkan, pengembangan sarana prasarana dan pembiayaan kegiatan operasional Komite Sekolah.
Namun ironisnya, pihak sekolah dan komite keliru memahami soal penggalangan dana untuk pengembangan sarana prasarana dimaksud dengan membebankan pada orangtua. Tidak mengherankan banyak sekolah kemudian meminta sumbangan pada orangtua murid untuk membangun ruang kelas baru (RKB) yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.( bersambung ) POLMAN M.
ComentƔrios